SEJARAH SENI TEATER TRADISIONAL KEBUMEN

  Image result for KESENIAN TEATER TRADISIONAL KEBUMEN

Ketoprak Sebagai Seni Tradisi

Kesenian tradisional atau seni tradisi bisa didefinisikan sebagai bentuk kesenian yang lahir dan tumbuh dalam konteks wilayah tertentu yang diteruskan dari satu periode ke periode berikutnya. Setiap wilayah di Nusantara memiliki seni tradisinya masing-masing, baik yang lahir sejak periode pra kolonial maupun di era kolonial serta paska kolonial.

Ketoprak, merupakan salah satu seni tradisi yang berkembang di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dan berkategori teater rakyat yang memiliki karakteristik narasi bertemakan sejarah klasik (raja-raja), legenda (tokoh maupun asal usul sebuah wilayah), dongeng dan dimainkan oleh sejumlah pemain dengan menggunakan bahasa Jawa mulai dari ngoko hingga kromo inggil dengan diselingi canda dan sindiran. Istilah ketoprak sendiri diyakini berasal dari bunyi alat musik lesung yang menghasilkan bunyi “dung”, “dung”, “prak”, “prak”. 

Ada keragaman pendapat perihal kapan dan dimana pertama kali seni tradisi ketoprak ini mulai dikenal di kalangan masyarakat. Ada yang menjelaskan tahun tahun 1898 sebagai permulaan kehadiran ketoprak dengan menghubungkan nama R.M.T. Wreksodiningrat sebagai penggagas. Ada pula yang mengidentifikasi tahun 1922 di wilayah Mangukenagaran sebagai kelahiran seni tradisi ini.
 
Dalam perjalanannya, ketoprak sendiri mengalami perkembangan sebelum dikenal dalam bentuknya yang sekarang ini. Jika saat ini panggung ketoprak modern penuh dengan pernak pernik pencahayaan dan kemerlap pakaian para pemain serta sound effect yang memikat penonton, tidak demikian saat Ketoprak pertama kali muncul di masyarakat. Hasil Lokakarya Kethoprak tanggal 7-9 April 1974, membagi sejarah perkembangan kethoprak menjadi tiga periode: Periode kethoprak lesung, dari tahun 1887- 1925. Periode kethoprak peralihan, dari tahun 1925- 1927. Periode kethoprak gamelan, tahun 1927 sampai sekarang  (Afendy Widayat, Kethoprak: Seni Pertunjukan dan Seni Sastranya, Media Menuju Konteks Multikultural, Seminar Nasional Pemberdayaan KBJ III di UNY Yogyakarta, 2001).

Ketoprak, layaknya seni tradisi lainnya turut pula mengalami pasang surut ditengah era teknologi informasi yang semakin menjadi etika global dan ditinggalkan para penontonnya. Banyak kelompok kesenian ketoprak yang terpaksa gulung tikar digilas perubahan zaman manakala mereka tidak mampu mengatasi gejolak perubahan yang menuntut berbagai sikap responsif dan adaptif para penyelenggara dan pemainnya.

Melacak Jejak Seni Ketoprak di Gombong

Kabupaten Kebumen pun memiliki group-group seni tradisi termasuk ketoprak. Dalam daftar Dinas Perhubungan Komunikasi & Informasi Kabupaten Kebumen Tahun 2012 diperoleh data jenis kesenian dan jumlah group sbb: Kuda lumping (95 grup), Wayang kulit (80 grup), Campursari (28 grup), Ketophrak (23 grup), Calung (21 grup), Rebana (17 grup), Lengger (11 grup), Jamjaneng (12 grup), Orkes/Dangdut (7 grup), Sanggar seni (4 grup) (M.T. Arifin, Media Penguatan Nilai-nilai Pembentukan Karakter Bangsa: Seni-Tradisi di Kabupaten Kebumen, Sarasehan Budaya di Aula DPRD Kebumen, 16 Oktober 2013). Gombong sebagai salah satu wilayah Kabupaten Kebumen pernah memiliki masa kejayaan ketoprak di periode tahun 1960-an hingga masa surutnya di tahun 90-an.

Pertemuan Minggu Pon (Pegupon) yang digelar rutin oleh Kopong (Komunitas Pusaka Gombong) pada tanggal 24 Januari 2016 di Rumah Martha Tilaar mengambil tema: Ketoprak Riwayatmu Kini memberikan sejumlah informasi penting perihal masa kejayaan ketoprak dan animo serta antusiasme masyarakat yang menyaksikan pertunjukkan tersebut. Melalui pemaparan Bapak Sri Hartanto (putra ibu Sri Tumpuk pimpinan group ketoprak Siswa Budaya) dan Ir. Djoko Waluyo selaku pembicara dalam diskusi tersebut diperoleh keterangan bahwa Gedung Rahayu (lokasi di dalam Pasar Gombong, sekarang sudah roboh dan beralih fungsi) merupakan pusat pementasan pertunjukkan ketoprak. 


Tercatat sejumlah nama group ketoprak terkenal pada periode tahun 1960-an al., Cakra Budaya pimpinan Bapak Ponimin dan Siswa Budaya pimpinan Ibu Sri Tumpuk. Tema-tema yang diusung seperti legenda lokal al., Joko Sangkrip, Ciung Wanara, Joko Kendil, Aladin, Umar Maya, Legenda Sumpiuh, Legenda Gombong. Sejumlah istilah khas dalam ketoprak di Gombong kala itu al., Roll yang artinya pemain utama lalu Ndhapuk yang artinya sutradara. Ketoprak sendiri dikenal dengan nama Bass pada zaman itu. Bapak Djoko Waluyo menambahkan dengan sebuah group ketoprak yang tidak teridentifikasi namanya namun sudah ada sebelum tahun tahun 1960-an yaitu tahun 1955 pimpinan Bapak Sarimin, seorang pensiunan PJKA namun pertunjukkan ketoprak yang diselenggarakan (selain wayang orang, angguk, karawitan) disampaikan pada forum hajatan dan sedekah bumi dan tidak ditampilkan di panggung komersil seperti di Gedung Rahayu.

Jika panggung ketoprak masa kini menggunakan perias profesional untuk merias para pemain dalam lakon ketoprak, tidak demikian pada periode tahun 1960-an. Para pemain harus memiliki kemampuan merias sendiri dengan membeli sejumlah pewarna di pasar dengan harga yang cukup lumayan.

Mengenai struktur pementasan dijelaskan dimulai dengan prolog yang bisa dimulai dengan musik atau tarian lalu muncul sebuah masalah yang kemudian disusul dengan episode penyelesaian masalah lantas diselingi dengan berbagai guyonan khas daerah serta diakhiri dengan epilog.

Antusiasme penonton digambarkan oleh Bapak Sri Hartanto dengan mengisahkan sekelompok orang yang berasal dari pantai Ayah yang berjalan berjam-jam untuk sampai di Gedung Rahayu untuk menyaksikan pertunjukkan ketoprak idamannya. Jika pertunjukkan selesai, mereka tidak langsung pulang melainkan menginap di gedung untuk keesokkan paginya mereka kembali ke rumah dengan berjalan kaki.

Tahun 1980-an tercatat periode menyurutnya pertunjukkan ketoprak di wilayah Gombong yang memuncak di periode tahun 2000-an karena berbagai faktor termasuk perkembangan teknologi informasi yang telah mengalihkan perhatian masyarakat pada bentuk-bentuk kebudayaan modern baik gadget (HP, Lap Top, Komputer) yang menampilkan berbagai tayangan berupa film atau permainan yang menyita perhatian para generasi muda pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar